Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati Tahura Raden Soeryo sebagai Bahan Perwarna Alami Batik Ikat Celup untuk Mengurangi Bahan Dasar Tekstil
Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Hayati Tahura Raden Soeryo sebagai Bahan Perwarna Alami Batik
Ikat Celup untuk Mengurangi Bahan Dasar Tekstil
KARYA TULIS
Oleh:
Muhammad Syihabuddin
Muhammad Azrul Efendy
Muchamad Khoirur Rozikin
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 MOJOKERTO
APRIL 2018
Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Hayati Tahura Raden Soeryo sebagai Bahan Perwarna Alami Batik
Ikat Celup untuk Mengurangi Bahan Dasar Tekstil
KARYA TULIS
Oleh:
Muhammad Syihabuddin
Muhammad Azrul Efendy
Muchamad Khoirur Rozikin
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 MOJOKERTO
APRIL 2018
HALAMAN PEGESAHAN
Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Hayati Tahura Raden Soeryo sebagai Bahan Perwarna Alami Batik
Ikat Celup untuk Mengurangi Bahan Dasar Tekstil
KARYA TULIS
Oleh:
Muhammad Syihabuddin
Muhammad Azrul Efendy
Muchamad Khoirur Rozikin
Telah
Disahkan Oleh
Guru
Pembimbing,
Fahimah Prajna
Hidayati, S.Pd
NIP. 19710624 200012 2 002
Tanggal,
02 April 2018
Mengetahui,
Kepala
MAN 1 Mojokerto
Drs. H. Budi
Prayitno, M.Pd.
NIP. 19630515 199203 1 005
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang dibawah ini tangan
dibawah ini:
Nama : Muhammad
Syihabuddin, Muhammad Azrul Efendy, Muchamad Khoirur Rozikin
Sekolah :
Madrasah Aliyah Negeri 1 Mojokerto
Judul KTI :
Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati
Tahura Raden Soeryo sebagai Bahan Perwarna Alami Batik Ikat Celup untuk
Mengurangi Bahan Dasar Tekstil
Menyatakan
bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah karya sendiri dan bukan jiplakan karya
orang lain,baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang
telah disebutkan sumbernya.
Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi akademis.
Mojokerto, 15 Maret 2018
Ketua tim Anggota Anggota
Muh.
Syihabuddin Much. Khoirur R. Muh. Azrul Efendy
Motto
حَدِيْثُ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ رضى الله
عنهما, قَالَ : كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُوْلُ اَرَضِيْنَ, فَقَالُوْا نُؤَاجِرُهَا
بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ, فَقَالَ النَّبِىُّ ص.م. : مَنْ كَانَتْ
لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ
أَرْضَهُ.
“ Hadist Jabir bin Abdullah r.a.
dia berkata : Ada beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu
mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan
sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda:
Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya
(untuk dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri
memelihara tanah itu. “ (HR. Imam Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, segala
puji bagi Tuhan yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya
sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan tanpa halangan dalam bentuk
material maupun immaterial.
Sholawat dan salam, kami haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa risalah ilmu kapada umat manusia.
Karya
tulis ini ditulis uuntuk
mengikuti diajukan lomba tulis ilmia yang diadakan oleh dinas Kehutanan
Provinsi Jawa Timur dalam rangka Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional
(HKAN), Hari Bhakti Rimbawan, Hari Cinta Puspa Satwa Nasional (HCPSN) dan Hari
Menanam Pohon Indonesia 2018
Rasa terima kasih serta
penghargaan disampaikan kepada yang kami hormati:
1. Bapak Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1 Mojokerto—Drs. H.
Budi Prayitno, M.Pd—yang telah memberikan motivasi untuk mengikuti lomba karya
tulis ilmiah ini.
3. Guru pembimbing dan pengajar bidang sastra dan Bahasa Indonesia
PDCI 6 SKS— Bapak Ardhik Aulia S., S.Pd.—selaku pembimbing pembuatan karya
tulis ilmiah yang telah memberikan arahan dan bimbingan untuk mengikuti lomba
karya tulis ilmiah ini.
4. Wali kelas Layanan SKS Program PDCI 6 Semester (Semester
3)—Ibu Yeni Ciptaningsih, S.Pd—yang selalu meberikan dorongan dan motivasi
untuk selalu bersemangat serta menyelesaikan naskah ini.
Tidak ada kata yang
pantas penulis ucapkan untuk membalas semua bantuan dan pengorbanan semua
pihak, kecuali semoga Allah membalasnya dengan balasan yang setimpal. Akhirnya
penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Mojokerto, 30 Maret
2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Hal
Kata Pengantar --------------------------------------------------------------------------------------
i
Daftar Isi ----------------------------------------------------------------------------------------------
iii
Daftar Gambar -------------------------------------------------------------------------------------
v
Daftar Tabel -----------------------------------------------------------------------------------------------
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang -----------------------------------------------------------------------------
1
1.2
Rumusan Masalah -------------------------------------------------------------------
1
1.3 Tujuan --------------------------------------------------------------------------------------
2
1.4 Manfaat --------------------------------------------------------------------------------------
2
BAB II: LANDASAN TEORI ------------------------------------------------------------------
3
BAB III: KEGIATAN DAN ANALISIS
PERMASALAHAN
3.1 Waktu dan Lokasi ------------------------------------------------------------------
6
3.2 Langkah
Kerja ---------------------------------------------------------------------------
6
3.2.1 Percobaan Tawas dengan
Pewarna ---------------------------------------
6
3.2.2 Pewarnaan Dan Proses
Mendapatkan Warna -----------------------------
7
3.2.2.1 Alat dan
Bahan --------------------------------------------------------
7
3.2.2.2 Prosedur Kerja -------------------------------------------------------
7
A. Langkah Perebusan ---------------------------------------------
7
B. Proses Mordanting ---------------------------------------------
7
C. Proses Pencelupan ----------------------------------------------
8
D. Poses Fixer -----------------------------------------------------
8
3.3 Analisis Dan Pembahasan --------------------------------------------------------
9
3.3.1 Praktikum Tawas dengan
Pewarna --------------------------------------
9
3.3.2 Praktikum Pewarnaan dan
Proses Pembuatan Warna ---------
10
BAB IV: SUMBANGAN
PEMIKIRAN ------------------------------------------------------- 15
BAB V: KESIPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan -----------------------------------------------------------------------
16
5.2 Saran -------------------------------------------------------------------------------
16
DAFTAR
PUSTAKA -----------------------------------------------------------------------
17
LAMPIRAN-LAMPIRAN ----------------------------------------------------------------------
18
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gb. 3.1 Lokasi
Penelitian ---------------------------------------------------------------------------
6
Gb. 3.2 Lokasi
Pengambilan Sampel ---------------------------------------------------------
6
Gb. 3.3 Pewana
Sebelum Dicampur dengan Tawas ---------------------------------------
9
Gb. 3.4 Pewarna
Setelah Dicampur dengan Tawas --------------------------------------- 9
Gb. 3.5 Contoh
Warna yang Terjadi Aglutinasi ------------------------------------------------
9
Gb. 3.6 Persiapan
Perebusan ------------------------------------------------------------------
10
Gb. 3.7 Proses
Perebusan ---------------------------------------------------------------------------
10
Gb. 3.8 Hasil
Perebusan ---------------------------------------------------------------------------
11
Gb. 3.9 Perendaman
Dengan Sunlight ---------------------------------------------------------
12
Gb. 3.10
Kain Sebelum Diwarnai ------------------------------------------------------------------
13
Gb. 3.11 Proses
Pewarnaan ------------------------------------------------------------------
13
Gb. 3.12 Proses
Pembuatan Larutan Fixer ------------------------------------------------
14
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Warna yang Dihasilkan Sampel Tumbuhan --------------------------------------- 11
Tabel 3.2 Jenis Pigmen yang Dihasilkan Sampel Tumbuhan ------------------------------ 11
Tabel 3.3 Daya Serap Kain---------------------------------------------------------------------------
12
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki
jumlah luasan hutan sebesar 133.330. 543,98 ha yang terdiri dari beberapa
luasan hutan suaka alam, hutan lindung, pembawa sifat keturunan, hal ini yang
menyebabkan keragaman flora dan fauna 543,98 ha yang terdiri dari beberapa
luasan hutan suaka alam, hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan di Indonesia
juga menyimpan berlimpah plasma nutfah atau substansi endemik maupun non endemik.
Hutan Tahura Raden Soerjo yang masuk dalam wilayah kabupaten Mojokerto memiliki area terluas dari kabupaten yang lain yakni 36,53% dari
keseluruhan wilayah.
Sebagai hutan yang masih asri di Jawa Timur Tahura R. Soerjo juga menyimpan kekayaan flora dan fauna yang beragam.
Tuhan telah menciptakan keragaman flora
dan fauna dalam berbagai bentuk dan manfaat. Kita dapat mengambil manfaatnya
tanpa merusak dan mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia di hutan
meskipun jumlah dan varietasnya
banyak.
Hasil dari sumber daya alam hutan dapat memenuhi kebutuhan manusia, terutama
kebutuhan bahan mentah seperti serat, mineral, dan bahan yang lain untuk diolah
menjadi bahan yang berguna melalui rekayasa oleh manusia. Salah satu rekayasa adalah batik, mereka batik membuat
berbagai macam corak dan warna untuk dijual kepada konsumen. Lambat laun permintaan batik cukup meningkat (Lihat
lampiran). Peminat
batik dari mancanegara yang meningkat pun tercermin dari nilai ekspor batik
yang naik 14,7% dari tahun 2011 senilai Rp 43,96 triliun menjadi Rp 50,44
triliun pada 2015.
Hal di atas membuat para pembuat batik di
Indonesia merasa bingung sehingga pembatik mencari cara untuk membuat batik
secara cepat dan efisien dan terjangkau. Untuk itu bahan baku pewarna batik
yang efisien dan ramah lingkungan adalah bahan pewarna alami atau yang
bersumber langsung dari biotik.
Pembuatan pewarna batik alami menimbulkan bermacam
manfaat yang menggunakan konsep dari alam untuk alam. Berbagai tanaman yang
tersedia di hutan dapat dimanfaatkan membuat pewarna alami batik dengan syarat
tumbuhan tersebut memiliki pigmen.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.2
Pewarna batik alami apa saja yang dihasilkan
oleh vegetasi tumbuhan Tahura Raden Soerjo?
1.2.3
Apakah warna hasil pembatikan tersebut bagus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk
mengetahui bagaimana cara pemanfaatan sumber daya alam hayati Tahura Raden Soerjo
sebagai bahan perwarna alami batik ikat celup yang ramah lingkungan.
1.3.2 Untuk
mengetahui \pewarna batik alami apa yang dihasilkan oleh vegetasi tumbuhan
Tahura Raden Soerjo.
1.3.3 Untuk
mengetahui apakah warna hasil pembatikan tersebut bagus.
1.4
Manfaat
1.4.1 Memberikan
sumbangan pemikiran seni budaya kearifan lokal Kabupaten Mojokerto dengan
memanfaatkan potensi hutan Tahura R. Soerjo yang berada di wilayah Kabupaten
Mojokerto.
1.4.2 Meningkatkan
nilai seni budaya pada masyarakat khususnya pada siswa.
1.4.3 Memberikan
wawasan tetang lingkungan.
1.4.4 Memanfaatkan
kekayaan SDA Tahura Raden Soerjo sebagai bahan pemenuhan kebutuhan manusia.
BAB II
LANDASAN TEORI
Seni kerajinan hampir tersebar luas di
berbagai daerah di Indonesia dan memberi arti serta isi pada kebudayaan
nasional khas Indonesia. Di mana seni kerajinan ini termasuk ke dalam industri
rumah tangga atau industri kecil. Industri skala kecil di Indonesia merupakan
bahan yang terus menerus dibahas dan merupakan pokok perhatian pemerintah,
karena keberadaannya mempunyai arti penting baik secara ekonomi maupun politik.
Pembangunan industri kecil dan menengah termasuk industri kerajinan serta
industri rumah tangga, perlu didorong dan dibina menjadi usaha yang semakin
berkembang dan efisien sehingga mampu mandiri dan dapat menambah pendapatan
masyarakat. Usaha kerajinan bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
oleh masyarakat pendukungnya. Selain itu berkembang pula jenis-jenis usaha
kerajinan yang mengandung nilai estetik atau nilai seni untuk memenuhi
kebutuhan golongan masyarakat atas. Usaha kerajinan yang menghasilkan karya
yang bernilai seni ini ternyata mampu menghantarkan suatu daerah memiliki popularitas
yang cukup tinggi dan memberi ciri khas terhadap daerah tersebut melalui penampilan karya masyarakat daerah
itu. (Puji Rahayu, 01)
Salah satu seni kerajinan yang banyak
mendapat perhatian masyarakat yaitu seni kerajinan batik. Pada masa silam, seni
batik bukan sekedar untuk melatih keterampilan lukis melainkan sebagai salah
satu pendidikan etika dan estetika bagi wanita zaman dulu. Seni batik menjadi
sangat penting dalam kehidupan karena kain batik erat dalam lingkaran hidup
masyarakat. Seni batik dari masa ke masa selalu berkembang dalam keragaman yang
artistik. Dalam perkembangannya telah terjadi proses akulturasi seni dalam hal
susunan corak, ragam hias, dan warna yang terlukis dalam batik. Unsur-unsur
Hinduistik, Eropa, dan Cina tergambar secara jelas pada lembar-lembar batik.
Batik merupakan kebudayaan asli bangsa Indonesia yang mempunyai nilai tinggi
sampai saat ini. Batik sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun
yang lalu. Batik merupakan warisan budaya nenek moyang yang bersifat turun
temurun. Disamping keindahan bentuk dan coraknya, batik menyimpan nilai
filosofi yang tinggi karena motifnya melambangkan kehidupan dan kondisi alam.
Hal ini dapat dikaitkan dengan salah satu penelitian yang menyatakan bahwa
batik cukup dikenal sejak zaman nenek moyang kita, khususnya masyarakat jawa.
Di kalangan para leluhur, membatik merupakan kegiatan yang dapat dilakukan
sehari-hari bahkan untuk kalangan tertentu, misalnya keraton, kain batik dengan
motif tertentu menjadi pakaian kebesaran (Destin Huru Setiati, 2007 : 1).
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di
atas kain untuk pakaian. Proses awal membatik harus dilakukan dengan hati-hati
dan seringkali seorang perajin harus menorehkan serangkaian titik-titik untuk
memperoleh sebuah motif batik yang rumit. Sebagai hasil akhir adalah selembar
kain batik dengan motifmotif indah yang menarik. Kain batik yang dibutuhkan
masyarakat tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan sandang, tetapi sering pula
dikaitkan pranata sosial masyarakat yang berhubungan dengan batik. Kain batik
dengan motif dan warna tertentu sering menjadi simbol bagi pemakainya. Multi
fungsi dari penggunaan kain batik menjadikan motif dan warna pada kain batik
memiliki peran yang sangat penting. Kreatifitas dalam penggunaan warna pada
pembuatan batik menjadi salah satu sorotan utama karena selain menentukan nilai
keindahan dari kain batik juga memiliki potensi pencemaran pada lingkungan.
Saat ini para pengrajin batik banyak
menggunakan bahan pewarna sintetik dalam proses pewarnaan kain. Padahal jenis
pewarna ini belum tentu aman justru dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan
(Dita Nurul Latifah, 2010 : 2).
Perkembangan industri batik yang semakin
berkembang dan bertambah banyak menyebabkan penggunaan bahan-bahan kimia
tersebut semakin bertambah sehingga mencemari lingkungan sekitar. Limbah cair
batik yang semakin hari semakin bertambah dapat mencemari ekosistem air sungai
dan udara bersih, karena limbah cair batik menyebabkan air sungai berubah warna
menjadi hitam pekat dan menimbulkan bau
tidak sedap apabila musim kemarau tiba. Upaya untuk mengolah limbah cair juga
sudah dilakukan beberapa pengusaha batik, tetapi belum menjadi kesadaran umum.
Hal ini yang berlangsung terlalu lama dapat menjadi nilai negatif bagi kesenian
batik yang mana seharusnya memiliki nilai budaya sangat tinggi sebagai kekayaan
bangsa sehingga pantas untuk dilestarikan dan dikembangkan lebih baik lagi
(Puji Rahayu, 03).
Warna alami berasal dari klorofil, pigmen warna
hijau yang terdapat di dalam kloroplas. Energi cahaya yang diserap klorofil
inilah yang menggerakkan sintesis molekul makanan dalam kloroplas. Kloroplas
ditemukan terutama dalam sel mesofil, yaitu jaringan yang terdapat di bagian
dalam daun. Karbon dioksida masuk ke dalam daun, dan oksigen keluar, melalui
pori mikroskopik yang di sebut stomata. (Campbell, dkk, 2002).
BAB III
KEGIATAN DAN ANALISIS PERMASALAHAN
3.1
Waktu dan
Lokasi
|
Gb. 3.1 Lokasi Penetitian
Sumber: google earth
|
|
Gb. 3.2 Lokasi
Pengambilan Sampel
|
3.2
Langkah
Kerja
3.2.1 Percobaan tawas dan pewarna
3.2.1.1 Alat
dan Bahan
- pewarna alami dari sampel
- gelas beaker 100 ml (5)
- pengaduk
- tawas
- timbangan ohaus
3.2.1.2 Prosedur kerja
- menyiapkan gelas beaker dan memasukkan
pewarna alami sebanyak 50 ml pada setiap gelas.
- menimbang tawas seberat 1 gr setiap 50 ml
pewarna.
- mengaduk hingga tawas tersebut larut dan
mengamati perubahannya.
3.2.2
Pewarnaan dan proses mendapatkan warna
3.2.2.1 Alat dan Bahan
-
Sampel
tumbuhan: Eupatorium fortunei, Pinus merkusii, Gmelina arborea, Toona
sureni,
dan tumbuhan yang tidak diketahui namanya 41,5 gr.
-
Panci kecil
ukuran 5 liter
-
Alkohol 70%
-
Air 700 ml
-
Pengaduk
-
Botol 500 ml
(3)
-
Kompor
-
Kain putih
(mori dan katun sebagai pembanding)
-
Tawas
-
Baskom
-
Sunlight
3.2.2.2
Prosedur Kerja
A. Langkah Perebusan
-
Menyiapkan
alat dan bahan, memanaskan air pada panci hingga bersuhu 80-90ºC.
-
Mencacah
sampel tumbuhan Eupatorium Fortunei dan memasukkan cacahan sampel pada air yang
telah panas dan mencampurkan 10 ml alcohol 70 %, dan menunggu hingga air
menyusut ± 400 ml.
-
Melakukan
langkah nomor 2 untuk sampel yang lain.
-
Hasil
perebusan tersebut di dinginkan dan memasukkannya pada botol 500 ml.
B. Proses mordanting
Bahan tekstil yang hendak diwarna harus diproses mordanting .
Proses mordanting ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya
tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil serta berguna untuk menghasilkan
kerataan dan ketajaman warna yang baik. Proses mordanting dilakukan sebagai
berikut.
- Memotong bahan tekstil sebagai sample untuk
diwarna dengan ukuran 10 X 15 Cm.
- Merendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam
larutan 2gr/liter sabun netral (sabun sunlight) setiap 1 liter air
yang digunakan ditambahkan 2 gram sabun netral. Perendaman dilakukan selama 2
jam. Bisa juga direndam selama semalam. Setelah itu bahan dicuci dan dianginkan.
C. Proses Pencelupan
Setelah bahan
dimordanting dan larutan fixer siap maka proses pencelupan
bahan tekstil dapat segera dilakukan dengan cara sebgai berikut.
1. menyiapkan larutan zat warna alam hasil proses
ekstraksi dalam tempat pencelupan .
2. mengikat kain yang akan diwarnai untuk memunculkan
variasi corak.
3. Memanaskan warna dengan panci
hingga suhu 60- 80 derajat selsius.
4. Memasukkan bahan tekstil yang telah dimordanting
kedalam larutan zat warna alam dan diproses pencelupan selama 15 – 30 menit dan mendiamkknya selama 1 malam.
5. Memasukkan bahan kedalam larutan tawas. Bahan
diproses dalam larutan fixer selama 10 menit.
6. membilas dan mencuci bahan lalu keringkan. Bahan telah
selesai diwarnai dengan larutan zat warna alam.
7.
mengamati warna yang
dihasilkan dan perbedaan warna pada bahan tekstil setelah difixer pada
warna pigmen tanaman/warna yang dihasilkan tanaman.
D.
Proses fixer (pengunci
warna)
Pada proses pencelupan bahan tekstil dengan zat warna
alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu proses penguncian
warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar warna memiliki ketahanan
luntur yang baik. larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tawas
(KAl(SO4)2·12H2O). Untuk
itu sebelum melakukan pencelupan perlu menyiapkan larutan fixer terlebih dengan
dengan cara melarutkan tawas dengan perbandingan 1 liter air dicampur dengan 50
gram tawas dan didiamkan hingga mengendap lalu mengambil cairan yang bening.
3.3
ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
3.3.1 Percobaan tawas dan pewarna
Dari praktikum pertama
yakni pengujian penggunaan tawas pada pewarna alami untuk batik. Pengguanaan
tawas sebagai alat pemisah dari koogulan zat atau residu zat dan bersifat asam
sangat berguna dalam pembatikan kain dengan warna alami. Zat tawas memisahkan
zat pigmen yang bersifat larut pada air dengan membesarkan ukuran molekul
pigmen dan memutus rantai hubungan pigmen dengan air.
|
Gb. 3.3 Pewarna Sebelum Dicampur dengan Tawas
|
|
Gb. 3.4 Pewarna Setelah Dicampur dengan Tawas
|
|
Gb. 3.5 Contoh Warna yang Terjadi Aglutinasi
|
|
Dok Penulis
|
Pada gambar pertama
menunjukkan pewarna alami yang belum dicampur dengan tawas, pewarna tersebut
tidak terlihat gumpalan maupun endapan pada setiap gelas beaker, hal ini
menunjukkan bahwa zat pewarna masih bercampur dengan air yang mengakibatkan
ketika pewarnaan kain tidak akan menyerap pewarna dengan baik dan merata.
Pada gambar kedua adalah
pewarna yang telah di campurkan dengan tawas 1 gr dengan perbandingan rasio
1:50 dengan reaksi:
KAl(SO4)2
(s) + H2O(l) + klorofilà KAl(SO4)2 (aq) + klorofil
mengakibatkan penggumpalan pada pewarna
tersebut yang memisahkan antara zat pewarna dan air seperti pada gambar 3 yang
menunjukkan terpishanya air dan zat pewarna dan terjadi penggumpalan.
Pada pembuatan batik
pewarna alami, tawas berfungsi untuk memisahkan antara zat pewarna dan air yang
mengakibatkan penyerapan pewarna dan daya kelunturan warna lebih kuat dan tahan
lama.
3.3.2 Praktikum pewanaan dan proses pembuatan warna
Praktikum di atas didapatkan
data sebagai berikut
A. Proses perebusan sampel
Praktikum ini merebus 5
sampel tanaman hutan yakni Gmelina arborea, Toona sureni, Pinus merkusii, Eupatorium
fortunei, dan tanaman yang diduga termasuk family Euphorbiaceae. Pada proses perebusan
ditambahkan alkohol sebagai cairan pelarut pigmen. Pencampuran dengan alkohol
tersebut akan menghasilkan warna yang baik karena pigmen dpat terlarut
sempurna.
Data dari hasil praktikum tersebut sebagai berikut.
|
Gb. 3.6 Persiapan
perebusan
|
|
Gb. 3.7 Proses
perebusan
|
|
Gb. 3.8 Hasil
perebusan
|
|
Dok Penulis
|
Praktikum adalah
perebusan sampel tumbuhan untuk diambil zat klorofilnya. Gambar pertama adalah
persiapan untuk perebusan sampel. Perebusan sampel tersebut menyebabkan
lunturnya klorofil pada daun maupun batangnya dan bercampur dengan air dengan
bantuan alcohol (C2H5OH). Dengan ditambahkannya alkohol dapat membantu melunturkan krolofil dengan
cepat dan baik seperti hasil yang ditunjukkan oleh gambar 3. Dari praktikum di atas didapatkan hasil warna sebagai berikut.
Tabel 3.1 Warna yang Dihasilkan Sampel Tumbuhan
Nama
latin
|
Hasil
Warna
|
Zat
Pembantu
|
Eupatorium fortunei
|
Hijau Pekat
|
Alkohol
|
Gmelina arborea
|
Hijau
agak tua
|
Alkohol
|
Pinus merkusii
|
Coklat
tua
|
Akohol
|
Toona sureni
|
Coklat
muda
|
Alkohol
|
Diduga Euphorbiaceae
|
Hijau
muda
|
Alkohol
|
Tabel 3.2 Jenis Pigmen yang Dihasilkan Sampel Tumbuhan
Nama
latin
|
Hasil
Warna
|
Jenis pigmen
|
Eupatorium fortunei
|
Hijau
Pekat
|
Klorofil
b
|
Gmelina arborea
|
Hijau
agak tua
|
Klorofil
a
|
Pinus merkusii
|
Coklat
tua
|
Karotenoid
|
Toona sureni
|
Coklat
muda
|
Karotenioid
|
Diduga Euphorbiaceae
|
Hijau
muda
|
Klorofil
a
|
Tabel 3.3 Daya Serap
Kain
Jenis kain
|
Hasil
|
Kehalusan
|
Mori
|
Kain tidak menyerap
warna dengan baik
|
Agak kasar
|
Katun Primisssima
|
Warna merata dan
terwarnai sempurna
|
halus
|
B. Proses mordanting
Proses mordanting
ini bertujuan untuk meningkatkan daya serap/tarik kain terhadap warna alam dan serat-serat dan
pori-pori semakin membesar.
Hasil proses mordanting adalah sebagai berikut.
|
Gb. 3.9 Perendaman dengan Larutan Sunlight
|
|
Dok Penulis
|
Proses
ini menggunakan sabun sunlight dan air sebagai perendamnya, kain direndam
selama 2 jam untuk menghasilkan daya serap yang tinggi.
Daya
serap kain jika melalui proses ini akan mendapatkan warna yang merata dan cerah
serta tidak ada yang berbintik saat perendaman dengan pewarna alam. Begitu juga
pewarna alam akan merekat kuat dengan proses ini, daya tahan dari kelunturan
warna terhadap pencucian juga semakin besar.
Untuk
perendaman kain mori daya serap kain terhadap larutan sangat minim. Hal ini dibuktikan
saat penjemuran kain, kain tidak banyak meneteskan air bila dibandingkan dengan
kain katun.
C.
Proses
pewarnaan
Proses
ini mewarnai kain mori dan katun primissima dengan pewarna alami hasil
perebusan sampel dengan merebusnya
selama 15—30 menit dan didiamkan selama 1 malam untuk medapatkan warna yang
baik dan bagus.
Hasil dari proses di
atas sebagai berikut.
|
Gb. 3.10 Kain Sebelum
Diwarnai
|
|
Gb. 3.11 Proses Pewarnaan
|
|
Dok penulis
|
Proses di
atas yakni proses pewarnaan kain. Kain sebelum diwarnai tampak seperti Gambar
3.9 yang tampak putih polos. Pewarnaan ini dilakukan dengan cara direbus selama
15-30 menit untuk mendapatkan warna yang baik serta dengan proses perendaman
selama satu malam untuk mendapatkan warna yang kuat dan tahan lama karena warna
akan masuk ke dalam serat kain lebih banyak. Setelah pewarnaan ini kain
diangin-anginkan hingga lembab untuk melanjutkan ke proses fixer.
D. Proses fixer
Proses ini dilakukan dengan cara merendam kain hasil pewarnaan dengan
tawas selama 2 menit untuk mengikat warna agar tidak mudah
luntur.
Data dari proses ini sebagai berikut.
|
Gb. 3.12 Proses Pembuatan Lar. Fixer
|
|
Dok penulis
|
Proses ini menggunakan zat tawas untuk menguatkan warna. Perbandingan percampuran
tawas dengan aquades mengggunakan perbandingan 50 gr dengan 1 liter atau dengan
perbandingan 25 gram tawas dengan 500 liter aquades. Proses ini akan
meningkatkan daya tahan luntur warna terhadap air sebesar 2 kali lipat karena
tawas mengaglutinasikan zat pigmen pada kain. Hal ini akan membuat baik
tersebut tetap awet dan baik.
BAB IV
SUMBANGAN PEMIKIRAN
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ini,
diharapkan akan ada penelitian lebih lanjut dan lebih sempurna dengan mengambil
sampel secara merata di Hutan Tahura Raden Soerjo Wilayah Mojokerto untuk
memanfaatkan tanaman endemik sebagai
bahan dasar pembuatan pewarna batik alami. Sebab, masih banyak potensi yang
masih belum tergali dengan optimal. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan
untuk eksplorasi bidang lain yang dapat dimanfaatkan dalam objek penelitian
yang kami angkat.
Pemanfaatan beberapa
vegetasi hutan sebagai bahan pembuatan batik yang kami angkat dalam penelitian
ini diharapkan tidak hanya menguntungkan manusia sebagai penggali potensi alam,
tetapi juga terdapat imbal balik kepada Hutan Tahura Raden Soerjo selaku
penyedia sumber potensi. Melalui penelitian ini kami memiliki sumbangan
pemikiran untuk mengarahkan masyarakat sekitar sebagai penyedia layanan produk
untuk berinovasi mengembangkan pemanfaatan potensi hutan untuk menghasilkan
produk batik. Selain itu pembeli juga berperan aktif secara tidak langsung dalam
peremajaan hutan dengan cara penanaman pohon, di mana setiap pembelian batik
dengan motif flora endemik Tahura R. Soerjo akan sekaligus ditanamkan bibit
tanaman dimaksud dan pembeli akan mendapatkan sertifikat penanaman. Penanaman
tersebut menjadi sangat penting bagi keberlangsungan jenis tanaman yang
dimanfaatkan di kemudian hari, walaupun
yang dimanfaatkan adalah sebagian dari tumbuhan tersebut seperti daun dan
batang.
Penelitian lanjutan
dapat mengeksplor keragaman flora endemik Tahura R. Soerjo untuk dijadikan
sebagai motif khas batik Tahura dengan bahan pewarna alami lain yang belum
teridentifikasi.
Limbah sisa produksi disarankan digunakan sebagai
kompos/pupuk organik yang dapat dimanfaatkan dalam program penghijauan di hutan.
Sisa produksi pewarna alami tidak menghasilkan residu dan polutan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
A.
Daun Eupatorium fortunei menghasilkan warna
hijau pekat saat direbus dan menghasilkan warna hijau gelap tatapi tidak rata
ketika sudah jadi, maka tumbuhan ini cocok untuk pewarna batik.
B.
Daun Toona sureni menghasilkan warna hijau
muda ketika irebus dan menghasilkan warna hijau pudar ketika sudah jadi, hal
ini menunjukkan bahwa tanaman ini tidak cocok untuk dibuat peewarna alami.
C.
Daun Gmelina arborea menghasilkan warna
hijau muda ketika direbus dan menghasilkan warna hijau muda yang rata dan halus
ketika sudah menjadi batik, hal ini menunjukkan banwa daun Gmelina
sangat cocok untuk dijadikan pewarna alami.
D.
Pinus merkusii menghasilkan warna
coklat kemerahan ketika direbus dan ketika sudah menjadi batik berwarna coklat
muda, hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan ini cocok untuk dipakai sebagai
pewarna alami.
E.
Tumbuhan yang tidak diketahui namanya menghasilkn
warna hijau muda ketika direbus dan berwarna hijau kehitaman tidak merata
ketika sudah menjadi baik , hal ini menunjukkan bahwa tanaman ini tidak cocok digunakan
sebagai pewarna batik.
F.
Dari hasil penggunaan kain pada batik, kain yang
baik untuk digunakan adalah kain
katun primissima.
5.2
Saran
Dari penelitian di atas,
bagi peneiti lain untuk lebih memperhatikan takaran dan komposisi bahannya saat perebusan dan memperhatikan lokasi
pengambilan sampel serta pengambilan sampel yang banyak dan bervariasi untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Untuk penelitian selanjutnya disarankan
untuk menambah tes kelunturan dan kekuatan kainnya.
Penelitian lanjutan juga dapat mengeksplor keragaman flora endemik
Tahura R. Soerjo untuk dijadikan sebagai motif khas batik Tahura dengan bahan
pewarna alami lain yang belum teridentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Setiati, Destin Huru. 2007. Membatik.Yogyakarta
: PT.Macanan Jaya Cemerlang.
Latifah, Dita Nurul. 2010. Natural BI’
Cap ( Batik Cap) sebagai Inovasi Batik Ramah Lingkungan.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Campbell, Neil A. 2002. Biology:
Concepts and Connections. San Fransisco: Benjamin Cummings.
LAMPIRAN
|
Gb.
Surplus konsumen, Surplus Produsen, dan rente SD
|
JADWAL PENELITIAN
Kegiatan
|
Februari
|
Maret
|
Apr
|
|||||||
Minggu ke-
|
||||||||||
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
|
Penerimaan informasi
|
X
|
|||||||||
Perencanaan topik
|
X
|
|||||||||
Perencanaan penelitian
|
X
|
X
|
||||||||
Pencarian bahan dan kajian pustaka
|
X
|
X
|
||||||||
Pengajuan bahan serta topik ke pembimbing
|
X
|
|||||||||
Pengambilan sampel dan penelitian
|
X
|
|||||||||
Penulisan naskah
|
X
|
X
|
X
|
|||||||
Pengajuan dan finishing
|
X
|
|||||||||
Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
sae lur
ReplyDeleteterima kasih
ReplyDelete